Kata “Bekasi” berdasarkan penelusuran
Poerbatjaraka (se-orang ahli bahasa Sansekerta dan Jawa Kuno), secara filologis
berasal dari kata Candrabagha; Candra berarti bulan (dalam bahasa
Jawa Kuno berarti “sasi”) dan bagha berarti bagian. Sehingga Candrabhaga berarti bagian dari bulan. Dalam pelafalannya Candrabhaga sering disebut Sasibhaga atau Baghasa-si. Dalam pengucapannya sering-kali disingkat Bhagasi, dan karena adanya
pengaruh bahasa Belanda maka sering ditulis Bacassie, kemudian kata Bacassie
berubah menjadi Bekasi hingga kini.
|
Masa Kerajaan..
Candrabhaga (asal muasal kata
“Bekasi”) merupakan wilayah bagian dari Kerajaan Taruma-negara yang berdiri
pada abad ke-5 Masehi. Diduga, berdasarkan Prasasti Tugu (yang berada di
Cilincing,
Setelah runtuhnya Kerajaan Taru-manegara pada
abad ke-7 Masehi, kerjaan yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap wilayah
Bekasi adalah Kerajaan Padjadjaran. Hal ini terlihat dari situs sejarah Batu
Tulis (di Bogor) yang menggambarkan bahwa Bekasi merupakan bagian dari
wilayah Kerajaan Padjadjaran dan merupakan salah satu pelabuhan sungai yang
ramai dikunjungi para pedagang, sehingga Bekasi menjadi kota yang sangat
penting bagi Padjadjaran.
Seiring waktu berlalu,
kerajaan-kerajaan tumbuh, berkembang, mengalami masa kejayaan, runtuh, muncul
kerajaan baru. Kedudukan Bekasi tetap menjadi posisi strategis dan tercatat
dalam sejarah masing-masing kerajaan. Terakhir Bekasi tercatat dalam sejarah
Kerajaan Sumedang-larang, yang menjadi bagian wilayah Kerajaan Mataram.
|
Masa pendudukan Belanda...
Sejarah Bekasi pada masa
pendudukan Belanda, hampir sama dengan sejarah Indonesia secara umum, karena
letaknya berdekatan dengan Jakarta, maka sejarah Jakarta mulai dari
Jayakarta, Batavia, Sunda Kelapa, hingga Jakarta yang kita kenal sekarang
melekat erat dengan Bekasi.
Berawal pada tahun 1610, saat Pangeran
Jayakarta Wijayakrama mulai melakukan perjanjian dagang dengan VOC (Verenidge Oost-indische Compagnie / se-macam Kamar Dagang Belanda). Kemudian pada tahun
1614, Gubernur Jendral VOC mendapat ijin mendirikan benteng di sebelah utara
keraton, dan pada tahun 1618 Gubernur
Jendral Jan Pieterszoon Coen memperluas benteng hingga menjadi bangunan yang
kokoh dengan setiap sudut benteng ditempatkan meriam yang mengarah ke
keraton. Tindakan provokasi dan mengancam ini, menimbulkan kemarahan Pangeran
Jayakarta yang kemudian menyerang
benteng ini. Serangan ini rupanya sudah diantisipasi VOC, maka terjadilah
pertempuran antara pasukan Pengeran Jayakarta dengan VOC (April-Mei 1619).
Sejarah
Setelah menguasai Jayakarta yang
kemudian diubah namanya menjadi Batavia (1619), Belanda berusaha memperluas
daerah kekuasaannya hingga Kerajaan Mataram, karena kerajaan Mataram
mempunyai pengaruh yang sangat besar di Pulau Jawa. Upaya Belanda ini
menimbulkan kemarahan Raja Mataram, Sultan Agung Hanyokro-kusumo. Pada
tahun 1628, Sultan mengerahkan pasukan angkatan lautnya sebanyak 2 begodo
(setingkat brigade) untuk menyerang
Walaupun mengalami kekalahan,
pasukan Mataram kembali melakukan penyerangan gelom-bang kedua. Mereka
berangkat ke
Pasukan Mataram mengepung
|
Masa Pemerintahan Hindia Belanda..
Bekasi pada masa ini masuk ke
dalam wilayah Regentschap Meester
Cornelis, yang terbagi atas empat district, yaitu Meester Cornelis, Kebayoran, Bekasi dan Cikarang. District Bekasi pada masa penjajahan Belanda dikenal
sebagai wilayah pertanian yang subur, terdiri atas tanah-tanah partikelir
(tuan tanah) yaitu para pengusaha Eropa dan para saudagar Cina. Distrik Bekasi
terkenal subur dan produktif dibanding distrik-distrik yang lain,
namun demikian yang menikmati kesuburan tanah Bekasi adalah para tuan tanah,
bukan rakyat Bekasi yang masih dalam kondisi serba sulit dan kekurangan.
Pada
tahun 1913 di Bekasi muncul organisasi Sarekat Islam (SI) yang banyak
diminati masyarakat sebagian besar petani, guru ngaji, bekas tuan tanah, dan
pejabat yang dipecat oleh Pemerintah Hindia Belanda, serta para jagoan yang
dikenal sebagai rampok budiman (merampok untuk dibagikan kepada orang
miskin). Karena jumlah anggotanya
cukup banyak, SI Bekasi kemudian menjadi kekuatan yang dominan. Antara tahun 1913-1922 SI Bekasi menjadi
penggerak berbagai protes penentangan terhadap berbagai penindasan terhadap
petani, misalnya pemogokkan kerja paksa (rodi), protes petani di Setu (1913)
hingga pemogokan pembayaran “cuke” (1918).
|
Masa pendudukan Jepang..
Kedatangan Jepang di Indonesia
bagi sebagian besar kalangan rakyat
Pada awalnya penaklukan Belanda
oleh Jepang disambut dengan suka cita, karena dianggap sebagai pembebas dari
penderitaan. Rakyat Bekasi menyambut dengan kegembiraan, dan semakin meluap
ketika Jepang mengijinkan pengibaran Bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu
Indonesia Raya. Namun kegembiraan itu
hanya sekejap, selang seminggu Pemerintah Jepang mengeluarkan larangan
pengibaran Sang Merah Putih dan Lagu Indonesia Raya diganti dengan pengibaran
bendera “Matahari Terbit” dan lagu “Kimigayo”. Melalui pemak-saan ini,
Jepang yang semula dibanggakan sebagai “saudara tua” memulai babak baru pen-jajahan di Indonesia.
Kekejaman semakin kentara, ketika
menginstruksikan seluruh rakyat Bekasi untuk berkumpul di depan kantor tangsi
polisi, untuk menyaksikan hukuman pancung terhadap penduduk Telukbuyung yang
dianggap bersalah. Hukum pancung ini
sebagai shock teraphy agar menimbulkan efek jera dan takut bagi rakyat Bekasi
terhadap Pemerintah Jepang. Selain itu
Jepang juga member-lakukan ekonomi perang, padi dan ternak yang ada di Bekasi
dihimpun dan wajib diserahkan kepada penguasa militer Jepang. Bukan saja
untuk keperluan sehari-hari tapi juga untuk keperluan jangka panjang dalam
rangka menunjang Perang Asia Timur Raya.
Akibatnya rakyat Bekasi meng-alami
kekurangan pangan, dan diperparah dengan adanya “romusha” (kerja rodi). Peme-rintah militer Jepang juga melaku-kan penetrasi
kebudayaan ter-hadap rakyat Bekasi, seperti belajar semangat “bushido” (spirit of
samurai), pendewaan Tenno Haika (kaisar Jepang), pemben-tukan Seinenden,
Keibodan, Heiho dan tentara Pembela Tanah Air (PETA).
Selain organisasi bentukan Jepang,
pemuda Bekasi ber-himpun dalam organisasi non formal yaitu Gerakan Pemuda Islam
Bekasi (GPIB). GPIB ini didirikan pada
tahun 1943 atas inisiatif para pemuda Islam Bekasi yang setiap malam Jum’at
mengadakan pengajian di Masjid Al-Muwahiddin (Bekasi), para anggotanya
terdiri atas pemuda santri, pemuda pendidikan umum, dan pemuda “pasar” yang
buta huruf. Pada awalnya GPIB dipimpin oleh Nurdin, setelah ia meninggal
tahun 1944, digantikan oleh Marzuki Urmaini.
Hingga awal kemerdekaan, GPIB memiliki banyak anggota dan bermarkas di
rumah Hasan Sjahroni di daerah pasar Bekasi.
Banyak anggota GPIB bergabung ke BKR dan badan perjuangan yang
dipimpin oleh KH. Noer Ali. GPIB banyak memiliki cabang antara lain : GPIB
Pusat Daerah Bekasi (Marzuki Urmaini dan Muhayar), GPIB daerah Ujung Malang
(KH. Noer Alie), GPIB Daerah Tambun (Angkut Abu Gozali), GPIB Karnji (M.
Husein Kamaly) dan GPIB Daerah Cakung (Gusir).
|
Masa Kemerdekaan..
Pada awal Agustus 1945, tanda-tanda kekalahan
Jepang dari sekutu kian santer terdengar, terutama di kawasan Asia
Pasifik. Setelah bom atom mengujani
Esok harinya, hari Jum’at, 17 Agustus 1945
Pukul 10.00 WIB Indonesia
memproklamirkan kemerdekaannya di Pegangsaan Timur 56.
Atas nama bangsa
Sisi lain kabar gembira ini juga menimbulkan
kebencian terhadap tentara Jepang, rakyat melam-piaskan kemarahannya yang sudah
lama terpendam akibat kekejaman tentara Jepang. Peristiwa pelucutan senjata dan pembunuhan
juga terjadi di Bekasi, seperti pembunuhan tuan tanah Telukpucung dan
penahanan 49 truk milik Jepang (25 Agustus 1945), serta sebuah epos yang memiliki
arti yang sangat dalam bagi rakyat Bekasi, keberanian rakyat Bekasi,
sekaligus tragis, yaitu Insiden Kali
Bekasi yang terjadi pada tanggal 19
Oktober 1945, yaitu pembantaian 90 orang tawanan Jepang oleh rakyat Bekasi di
tepi Kali Bekasi. Selain itu terjadi pula Peristiwa Bekasi Lautan Api, yaitu
pembumihangusan Bekasi oleh tentara sekutu, Kampung Dua Ratus terbakar,
kemudian meluas ke Kayuringin, Telukbuyung, Teluk Angsan dan Pasar
Bekasi. Bekasi Timur dan Bekasi Barat
berubah seperti api unggun raksasa.
|
Terbentuknya Kabupaten Bekasi..
Berawal pada tanggal 17 Januari
1950, para pemimpin dan tokoh rakyat
Bekasi, seperti R.
Soepardi, KH. Noer Alie, Namin, Aminudin,
dan Marzuki Urmaini membentuk “Panitia Amanat Rakyat Bekasi” dan mengadakan
rapat akbar di Alun-Alun Bekasi. Rapat
raksasa tersebut dihadiri oleh ribuan rakyat dari berbagai pelosok Bekasi,
dihasilkan beberapa tuntutan yang terhim-pun dalam “Resolusi 17
Januari”, antar lain menuntut agar nama Kabupaten Jatinegara diubah menjadi
Kabu-paten Bekasi. Resolusi itu
ditandatangani oleh Wedana Bekasi (A. Sirad) dan Asisten Wedana (R. Harun).
Tuntutan tersebut akhirnya
mendapat tanggapan dari Mohammad Hatta, dan menyetujui penggantian nama
“Kabupaten Jatinegara” menjadi “Kabupaten Bekasi”. Kemudian terbitlah
Undang-Undang Nomor : 14 Tahun 1950 yang ditetapkan pada tanggal 8 Agustus
1950 tentang Pembentukan Kabupaten-Kabupaten di Propinsi Jawa Barat, serta
memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang berlakunya Undang-Undang
No.14 Tahun 1950 tersebut, maka Kabupaten Bekasi secara resmi terbentuk pada
Tanggal 15 Agustus 1950, dan berhak mengatur rumahtangga-nya sendiri,
sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Pemerintah Daerah pada sat itu, yaitu
UU No. 22 Tahun 1948. Selanjutnya
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II kabupaten Bekasi, bahwa Tanggal
15 Agustus 1950 sebagai HARI JADI KABUPATEN BEKASI, dan sebagai Bupati Bekasi
Pertama adalah R. Suhandan Umar (sebelumnya Bupati Jatinegara). Kedudukan kantor Pemerintah Daerah
Kabupaten Bekasi tetap di Jatinegara (sekarang Markas Kodim 0505 Jayakarta,
Dalam perjalanannya kemudian,
Kabupaten Bekasi mengalami perkembangan yang sangat pesat, menjadi kawasan
industri yang mendunia, kawasan industri yang tidak hanya berisi
pabrik-pabrik, tapi juga berdiri plaza, mal, perumahan, lapangan golf, pusat
bisnis bahkan sekolah-sekolah unggulan.
Di sisi
lain, Kabupaten Bekasi kini telah mengalami pemekaran wilayah dengan
terbentuknya Kota Bekasi, maka kini pusat pemerintahan Kabupaten Bekasi
berada di Cikarang Pusat (Desa Sukamahi). Dengan terbentuknya Kota Bekasi,
kita harus mampu menggali nilai-nilai kesejarahan yang ada di wilayah
Kabupaten Bekasi tanpa harus meninggalkan kebersamaan sejarah dengan Kota
Bekasi. Hal itu mampu meningkatkan
rasa kebanggaan dan rasa memiliki yang tinggi sebagai warga masyarakat
Kabupaten Bekasi.
|
Latest Post
Showing posts with label Sejarah. Show all posts
Showing posts with label Sejarah. Show all posts
bekasi
,
Sejarah
SEJARAH KABUPATEN BEKASI
Sejarah
#Sumber : www.bekasikota.go.id
Sejarah Kota Bekasi
Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri, itulah sebutan Bekasi tempo dulu sebagai Ibukota Kerajaan Tarumanagara (358-669). Luas Kerajaan ini mencakup wilayah Bekasi, Sunda KElapa, Depok, Cibinong, Bogor hingga ke wilayah Sungai Cimanuk di Indramayu. Menurut para ahli sejarah dan fisiologi, leatak Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri sebagai Ibukota Tarumanagara adalah di wilayah Bekasi sekarang.Dayeuh Sundasembawa inilah daerah asal Maharaja Tarusbawa (669-723 M) pendiri Kerajaan Sunda dan seterusnya menurunkan Raja-Raja Sunda sampai generasi ke-40 yaitu Ratu Ragumulya (1567-1579 M) Raja Kerajaan Sunda (disebut pula Kerajaan Pajajaran) yang terakhir.
Wilayah Bekasi tercatat sebagai daerah yang banyak memberi infirmasi tentang keberadaan Tatar Sunda pada masa lampau. Diantaranya dengan ditemukannya empat prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Kebantenan. Keempat prasasti ini merupakan keputusan (piteket) dari Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi, Jayadewa 1482-1521 M) yang ditulis dalam lima lembar lempeng tembaga. Sejak abad ke 5 Masehi pada masa Kerajaan Tarumanagara abad kea 8 Kerajaan Galuh, dan Kerajaan Pajajaran pada abad ke 14, Bekasi menjadi wilayah kekuasaan karena merupakan salah satu daerah strategis, yakni sebagai penghubung antara pelabuhan Sunda Kelapa (Jakarta).
Sejarah Sebelum Tahun 1949
Kota Bekasi ternyata mempunyai sejarah yang sangat panjang dan penuh dinamika. Ini dapat dibuktikan perkembangannya dari jaman ke jaman, sejak jaman Hindia Belanda, pundudukan militer Jepang, perang kemerdekaan dan jaman Republik Indonesia. Di jaman Hindia Belanda, Bekasi masih merupakan Kewedanaan (District), termasuk Regenschap (Kabupaten) Meester Cornelis. Saat itu kehidupan masyarakatnya masih di kuasai oleh para tuan tanah keturunan Cina.
Kondisi ini terus berlanjut sampai pendudukan militer Jepang. Pendudukan militer Jepang turut merubah kondisi masyarakat saat itu. Jepang melaksanakan Japanisasi di semua sektor kehidupan. Nama Batavia diganti dengan nama Jakarta. Regenschap Meester Cornelis menjadi KEN Jatinegara yang wilayahnya meliputi Gun Cikarang, Gun Kebayoran dan Gun Matraman.Setelah proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, struktur pemerintahan kembali berubah, nama Ken menjadi Kabupaten, Gun menjadi Kewedanaan, Son menjadi Kecamatan dan Kun menjadi Desa/Kelurahan. Saat itu Ibu Kota Kabupaten Jatinegara selalu berubah-ubah, mula-mula di Tambun, lalu ke Cikarang, kemudian ke Bojong (Kedung Gede).
Pada waktu itu Bupati Kabupaten Jatinegara adalah Bapak Rubaya Suryanaatamirharja.Tidak lama setelah pendudukan Belanda, Kabupaten Jatinegara dihapus, kedudukannya dikembalikan seperti zaman Regenschap Meester Cornelis menjadi Kewedanaan. Kewedanaan Bekasi masuk kedalam wilayah Batavia En Omelanden. Batas Bulak Kapal ke Timur termasuk wilayah negara Pasundan di bawah Kabupaten Kerawang, sedangkan sebelah Barat Bulak Kapal termasuk wilayah negara Federal sesuai Staatsblad Van Nederlandsch Indie 1948 No. 178 Negara Pasundan.
Sejarah Tahun 1949 sampai Terbentuknya Kota Bekasi
Sejarah setelah tahun 1949, ditandai dengan aksi unjuk rasa sekitar 40.000 rakyat Bekasi pada tanggal 17 Februari 1950 di alum-alun Bekasi. Hadir pada acara tersebut Bapak Mu’min sebagai Residen Militer Daerah V. Inti dari unjuk rasa tersebut adalah penyampaian pernyataan sikap sebagai berikut :
Sejarah Sebelum Tahun 1949
Kota Bekasi ternyata mempunyai sejarah yang sangat panjang dan penuh dinamika. Ini dapat dibuktikan perkembangannya dari jaman ke jaman, sejak jaman Hindia Belanda, pundudukan militer Jepang, perang kemerdekaan dan jaman Republik Indonesia. Di jaman Hindia Belanda, Bekasi masih merupakan Kewedanaan (District), termasuk Regenschap (Kabupaten) Meester Cornelis. Saat itu kehidupan masyarakatnya masih di kuasai oleh para tuan tanah keturunan Cina.
Kondisi ini terus berlanjut sampai pendudukan militer Jepang. Pendudukan militer Jepang turut merubah kondisi masyarakat saat itu. Jepang melaksanakan Japanisasi di semua sektor kehidupan. Nama Batavia diganti dengan nama Jakarta. Regenschap Meester Cornelis menjadi KEN Jatinegara yang wilayahnya meliputi Gun Cikarang, Gun Kebayoran dan Gun Matraman.Setelah proklamasi kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945, struktur pemerintahan kembali berubah, nama Ken menjadi Kabupaten, Gun menjadi Kewedanaan, Son menjadi Kecamatan dan Kun menjadi Desa/Kelurahan. Saat itu Ibu Kota Kabupaten Jatinegara selalu berubah-ubah, mula-mula di Tambun, lalu ke Cikarang, kemudian ke Bojong (Kedung Gede).
Pada waktu itu Bupati Kabupaten Jatinegara adalah Bapak Rubaya Suryanaatamirharja.Tidak lama setelah pendudukan Belanda, Kabupaten Jatinegara dihapus, kedudukannya dikembalikan seperti zaman Regenschap Meester Cornelis menjadi Kewedanaan. Kewedanaan Bekasi masuk kedalam wilayah Batavia En Omelanden. Batas Bulak Kapal ke Timur termasuk wilayah negara Pasundan di bawah Kabupaten Kerawang, sedangkan sebelah Barat Bulak Kapal termasuk wilayah negara Federal sesuai Staatsblad Van Nederlandsch Indie 1948 No. 178 Negara Pasundan.
Sejarah Tahun 1949 sampai Terbentuknya Kota Bekasi
Sejarah setelah tahun 1949, ditandai dengan aksi unjuk rasa sekitar 40.000 rakyat Bekasi pada tanggal 17 Februari 1950 di alum-alun Bekasi. Hadir pada acara tersebut Bapak Mu’min sebagai Residen Militer Daerah V. Inti dari unjuk rasa tersebut adalah penyampaian pernyataan sikap sebagai berikut :
Rakyat bekasi mengajukan usul kepada Pemerintah Pusat agar kabupaten Jatinegara diubah menjadi Kabupaten Bekasi. Rakyat Bekasi tetap berdiri di belakang Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dan berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 1950 terbentuklah Kabupaten Bekasi, dengan wilayah terdiri dari 4 kewedanaan, 13 kecamatan (termasuk Kecamatan Cibarusah) dan 95 desa. Angka-angka tersebut secara simbolis diungkapkan dalam lambang Kabupaten Bekasi dengan motto "SWATANTRA WIBAWA MUKTI".
Pada tahun 1960 kantor Kabupaten Bekasi berpindah dari Jatinegara ke kota Bekasi (jl. H Juanda). Kemudian pada tahun 1982, saat Bupati dijabat oleh Bapak H. Abdul Fatah Gedung Perkantoran Pemda Kabupaten Bekasi kembali dipindahkan ke Jl. A. Yani No.1 Bekasi. Pasalnya perkembangan Kecamatan Bekasi menuntut dimekarkannya Kecamatan Bekasi menjadi Kota Administratif Bekasi yang terdiri atas 4 kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1981, yaitu Kecamatan Bekasi Timur, bekasi Selatan, Bekasi Barat dan Bekasi Utara, yang seluruhnya menjadi 18 kelurahan dan 8 desa.
Peresmian Kota Administratif Bekasi dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 April 1982, dengan walikota pertama dijabat oleh Bapak H. Soedjono (1982 – 1988). Tahun 1988 Walikota Bekasi dijabat oleh Bapak Drs. Andi Sukardi hingga tahun 1991 (1988 - 1991, kemudian diganti oleh Bapak Drs. H. Khailani AR hingga tahun (1991 – 1997)
Pada Perkembangannya Kota Administratif Bekasi terus bergerak dengan cepat. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan roda perekonomian yang semakin bergairah. Sehingga status Kotif. Bekasi pun kembali di tingkatkan menjadi Kotamadya (sekarang "Kota") melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 1996 Menjabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi saat itu adalah Bapak Drs. H. Khailani AR, selama satu tahun (1997-1998).
Selanjutnya berdasarkan hasil pemilihan terhitung mulai tanggal 23 Pebruari 1998 Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi definitif dijabat oleh Bapak Drs. H Nonon Sonthanie (1998-2003). Setelah pemilihan umum berlangsung terpilihlah Walikota dan Wakil Walikota Bekasi yaitu : Akhmad Zurfaih dan Moechtar Muhammad (perode 2003 - 2008).
Dan berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 1950 terbentuklah Kabupaten Bekasi, dengan wilayah terdiri dari 4 kewedanaan, 13 kecamatan (termasuk Kecamatan Cibarusah) dan 95 desa. Angka-angka tersebut secara simbolis diungkapkan dalam lambang Kabupaten Bekasi dengan motto "SWATANTRA WIBAWA MUKTI".
Pada tahun 1960 kantor Kabupaten Bekasi berpindah dari Jatinegara ke kota Bekasi (jl. H Juanda). Kemudian pada tahun 1982, saat Bupati dijabat oleh Bapak H. Abdul Fatah Gedung Perkantoran Pemda Kabupaten Bekasi kembali dipindahkan ke Jl. A. Yani No.1 Bekasi. Pasalnya perkembangan Kecamatan Bekasi menuntut dimekarkannya Kecamatan Bekasi menjadi Kota Administratif Bekasi yang terdiri atas 4 kecamatan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1981, yaitu Kecamatan Bekasi Timur, bekasi Selatan, Bekasi Barat dan Bekasi Utara, yang seluruhnya menjadi 18 kelurahan dan 8 desa.
Peresmian Kota Administratif Bekasi dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 April 1982, dengan walikota pertama dijabat oleh Bapak H. Soedjono (1982 – 1988). Tahun 1988 Walikota Bekasi dijabat oleh Bapak Drs. Andi Sukardi hingga tahun 1991 (1988 - 1991, kemudian diganti oleh Bapak Drs. H. Khailani AR hingga tahun (1991 – 1997)
Pada Perkembangannya Kota Administratif Bekasi terus bergerak dengan cepat. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dan roda perekonomian yang semakin bergairah. Sehingga status Kotif. Bekasi pun kembali di tingkatkan menjadi Kotamadya (sekarang "Kota") melalui Undang-undang Nomor 9 Tahun 1996 Menjabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi saat itu adalah Bapak Drs. H. Khailani AR, selama satu tahun (1997-1998).
Selanjutnya berdasarkan hasil pemilihan terhitung mulai tanggal 23 Pebruari 1998 Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi definitif dijabat oleh Bapak Drs. H Nonon Sonthanie (1998-2003). Setelah pemilihan umum berlangsung terpilihlah Walikota dan Wakil Walikota Bekasi yaitu : Akhmad Zurfaih dan Moechtar Muhammad (perode 2003 - 2008).
#Sumber : www.bekasikota.go.id
Labels:
Sejarah
Sejarah
#Sumber : www.bekasikab.go.id
Arti Lambang/Logo Bekasi
Berdasarkan Perda No. 12/PD/1962,
lambang terbagi dalam 3 bagian, yakni:
1. BAGIAN ATAS
Dasar berwarna hijau muda, melambangkan daerah ditinjau dari
segi geografi adalah (tanah) dataran rendah yang subur, akan suburnya makmur
dilambangkan dengan dua untai hasil bumi.
Pertama: sebelah kanan, untaian padi dengan 17 butir padi
berwarna kuning-mas, melambangkan daerah sebagai penghasil padi.
Kedua: 8 macam buah-buahan berwarna kuning-mas, melambangkan
daerah sebagai penghasil buah-buahan palawija/sayur-mayur, secara tidak
langsung juga menghasilkan barang-barang kerajinan tangan dan industry ringan,
ternyata dari rangkaian untaian padi maupun buah-buahan.
2. BAGIAN TENGAH
Melambangkan rakyatnya dengan sebilah “golok ujung ke atas”
terletak di tengah-tengah kedua antara untaian yang terdiri dari dua bagian :
1. Gagang berwarna “hitam”,
melambangkan ketabahan
2. Punggung golok berwarna
“putih”, melambangkan kesucian
3. BAGIAN BAWAH
Terdiri dari dua bagian, bagian pertama melambangkan keadaan
sejarah, sedangkan bagian bagian kedua melambangkan keadaan pemerintahan.
a. Keadaan sejarah
Bagian bawah dari lambang (perisai) digambarkan laut dengan
warna gelombang berwarna putih. Lambang “laut” memberikan makna perjuangan,
karena laut selalu bergelombang/bergolak. Gelombang laut terdiri dari enam buah
yang melambangkan enam zaman yang dialami daerah Bekasi.
Gelombang 1: zaman pemerintahan “Tarumanegara/Purnawarman”
(zaman hindu/budha)
Gelombang 2: zaman pemerintahan Negara “Pajajaran”
Gelombang 3: zaman pemerintahan “Jayakarta” Jakarta
Gelombang 4: zaman pemerintahan penjajahan Belanda termasuk
masa tanah-tanah partikelir
Gelombang 5: zaman penjajahan pendudukan Jepang
Gelombang 6: masa kemerdekaan.
Garis disekeliling “perisai yang berwarna kuning-mas”
melambangkan sejarah perjuangan rakyat Bekasi yang menggambarkan bahwa
perjuangan rakyat Bekasi dalam menentang kolonialisme dan kapitalisme tidak
henti-hentinya bersama-sama dengan rakyat daerah-daerah lainnya di Indonesia.
Perjuangan rakyat Bekasi yang terkenal gigihnya dalam menentang kolonialisme
dan kapitalisme (tuan-tuan tanah) dimulai pada tahun 1914 di bawah naungan
organisasi Serikat Islam (SI) yang masuknya ke daerah Bekasi langsung dibawa
oleh Tjokroaminoto.
Kedatangan ajaran SI ke daerah Bekasi disambut dengan baik
dan hangat oleh penduduk di daerah ini karena disamping menyebarkan agama islam
juga terkenal gigih dalam menentang kolonialisme dan kapitalisme (tuan-tuan
tanah) yang terkenal sebagai penindas dan pemeras rakyat. SI yang berpusat di
Kranji I dalam waktu singkat telah dapat membentuk cabang-cabang dan
ranting-rantingnya di daerah-daerah seperti: Klender, Babelan, Tambun, Jakarta,
Cibarusah dan daerah-daerah lainnya.
Pergerakan Serikat Islam (SI) dalam menentang kolonialisme
dan kapitalisme (tuan-tuan tanah) dimulai di daerah Setu (Kranji Selatan)
dimana waktu itu terjadi penyerbuan oleh pengikut Serikat Islam terhadap mandor
Tumpang (dirumahnya) yang terkenal sebagai kaki tangan tuan tanah yang paling
setia. Kejadian tersebut diikuti pula oleh daerah-daerah lainnya dengan cara
mendatangi kaki tangan tuan-tuan tanah untuk menentang diadakannya pajak yang
sangat memberatkan.
Dengan terjadinya peristiwa tersebut, maka pihak pemerintah
Belanda berupaya untuk menumpas SI dan pengikut-pengikutnya. Pihak pimpinan SI
dan orang-orang yang dianggap mencurigakan ditangkap kemudian diasingkan atau
dipenjara. Upaya Belanda yan terus menerus akhirnya pada tahun 1924 kekuatan SI
mulai melemah. Walaupun secara formal SI mengalami ketidakberdayaan dalam
membantu masyarakat, namun secara diam-diam para pimpinan SI Bekasi terus
berjuang di bawah tanah bersama-sama dengan golongan lainnya membantu rakyat
dalam menghadapi kelicikan para tuan tanah yang berada di bawah lindungan
pemerintah colonial.
b. Keadaan Pemerintahannya
Terdapat di bagian tengah yang terdiri dari :
1. Lajur rangkap berwarna “hitam”
yang terbagi dalam dua bagian menunjukkan Pemerintahan Daerah terdiri dari
Badan Legislatif dan Badan Eksekutif Daerah
2. Empak umpak berwarna “coklat”
di bawah lajur rangkap, melambangkan 4 kewedanaan, tiap-tiap umpak dibagi dalam
beberapa kotak (dibatasi dengan garis tebal berwarna kuning-mas), menandakan
banyaknya kecamatan-kecamatan di setiap kewedanaan, kemudian tiap-tiap kotak
dibagi lagi beberapa kotak kecil (dibatasi dengan garis-garis berwarna putih)
menunjukkan banyaknya desa-desa. Dengan uraian sebagai berikut :
Lajur 1: Kewedanaan Bekasi
Kotak 1: Kecamatan Bekasi dengan 9 kotak kecil = 9 Desa
Kotak 2: Kecamatan Babelan dengan 6 kotak kecil = 6 Desa
Kotak 3: Kecamatan Cilincing dengan 3 kotak kecil = 3 Desa
Kotak 4: Kecamatan Pondok Gede dengan 7 kotak kecil = 7 Desa
Lajur 2: Kewedanaan Tambun
Kotak 1: Kecamatan Tambun dengan 8 kotak kecil = 8 Desa
Kotak 2: Kecamatan Cibitung dengan 7 kotak kecil = 7 Desa
Kotak 3: Kecamatan Setu dengan 9 kotak kecil = 9 Desa
Lajur 3: Kewedanaan Cikarang
Kotak 1: Kecamatan Cikarang dengan 7 kotak kecil = 7 Desa
Kotak 2: Kecamatan Lemah Abang dengan 8 kotak kecil = 8 Desa
Kotak 3: Kecamatan Cibarusah dengan 11 kotak kecil = 11 Desa
Lajur 4: Kewedanaan Serengseng
Kotak 1: Kecamatan Sukatani dengan 9 kotak kecil = 9 Desa
Kotak 2: Kecamatan Pabayuran dengan 6 kotak kecil = 6 Desa
Kotak 3: Kecamatan Cabangbungin dengan 5 kotak kecil = 5 Desa
Di bawah perisai tertulis sehelai pita berwarna yang melambai
pada kedua ujungnya, pada pita yang berwarna kuning-mas itu tertulis dalam
bahasa “Kawi” yang berbunyi :
“SWATANTRA WIBAWA
MUKTI”
Swatantra artinya
Daerah yang mengurus rumah tangga sendiri
Wibawa artinya
Pengaruh
Mukti artinya
Jaya, Makmur
Dengan jiwa menuju pembentukan daerah otonom yang
seluas-luasnya untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dasar-dasar filosofi di
atas menjadi landasan terbentuknya lambing Kabupaten Bekasi. Lambing ini
dipilih oleh Daerah Tingkat II Bekasi setelah diberlakukannya Undang-undang No.
14/1950 serta disusul kemudian olah adanya Undang-undang No. 22/1948 jo
Undang-undang No. 1/1957 dan penetapan Presiden no. 6/1959 (disempurnakan) dan
penetapan Presiden no. 5/1960.
Ukuran lambang ditentukan dengan ukuran global diambil dari
ukuran luas Daerah Tingkat II Bekasi dari ujung yang paling barat hingga ujung
paling timur panjangnya ± 43 Km dari ujung utara sampai ujung paling selatan ±
62,5 Km atau berbanding antara 43 : 62,5 atau ± berbanding 15 : 21.
#Sumber : www.bekasikab.go.id
Labels:
Sejarah